![]() |
Mutiah wanita yan masuk sorga pertama kali karna pengapdianya kepada suami |
ANNURGREENMENGANTI.COM - Perempuan ini mendapat keistimewaan masuk surga pertama karena taat kepada suaminya. Sebagai istri ia tidak pernah membantah apa yang dikatakan suaminya.
Selain itu ia selalu memberikan kasih sayangnya kepada suaminya. Kisah ini berawal dari pertanyaan putri Rasulullah yang menanyakan tentang siapakah perempuan pertama yang nanti masuk surga.
Seperti dikutip Bondowoso Network dari kanal youtube Tafakur Fiddin, inilah kisah sosok perempuan pertama yang masuk surga.
Suatu ketika, Siti Fatimah bertanya kepada Rasulullah, siapakah perempuan yang kelak pertama kali masuk surga?.
Rasulullah menjawab: “Dia adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah.” Siti Fatimah terkejut. Ternyata bukan dirinya, seperti yang dibayangkan. Mengapa justru orang lain, padahal dia adalah putri Rasulullah sendiri?
Maka timbullah keinginan Fatimah untuk mengetahui siapa gerangan perempuan itu dan apakah yang telah diperbuatnya.
Hingga dia mendapatkan kehormatan yang begitu tinggi setelah meminta izin kepada suaminya Ali bin Abi Thalib.
Siti Fatimah mengetuk pintu seraya memberi salam. Assalamualaikum.
“Sendirian fatimah?” tanya seorang perempuan sebaya dengan Fatimah, yautu Muti’ah seraya membukakan pintu.
“Aku ditemani hasan,” jawab Fatimah.
“Aduh maaf ya Fatimah,” kata Muti’ah suaranya terdengar menyesal. “Saya belum mendapat izin suami saya untuk menerima tamu laki-laki.”
Fatimah pun pamit dan kembali pulang, besoknya fatimah datang lagi ke rumah Muti’ah kali ini beliau ditemani oleh Hasan dan Husain, bertiga mereka mendatangi rumah Muti’ah.
Setelah memberi salam dan dijawab dengan gembira, masih dari dalam rumah Muti’ah bertanya:
“Engkau masih ditemani oleh Hasan, Fatimah?, suami saya sudah memberi izin untuk Hasan. Tidak, Husain hari ini juga mau ikut,” jawab Fatimah.
“Kenapa kemarin tidak engkau bilang? Yang dapat izin cuma Hasan, dan husain belum, terpaksa saya tidak bisa menerimanya juga,” dengan perasaan menyesal Muti’ah kali ini juga menolak.
Hari itu Fatimah gagal lagi untuk bertemu dengan Muti’ah dan keesokan harinya Fatimah kembali lagi mereka disambut baik oleh perempuan di rumahnya.
Keadaan rumah Muti’ah sangat sederhana, tak ada satupun perabot mewah yang menghiasi rumah itu.
“Maaf, Ya. saya tidak bisa menemani Fatimah duduk dengan tenang, sebab saya harus menyiapkan makan buat suami saya,” kata Muti’ah, sambil mondar mandir dari dapur ke ruang tamu.
Mendekati siang hari, makanan itu sudah siap semuanya, kemudian ditaruh diatas nampan, Muti’ah mengambil cambuk, yang juga ditaruh diatas nampan.
“Suamimu bekerja dimana,” tanya Fatimah. “Di ladang,” jawab Muti’ah.
“Pengembala?” tanya Fatimah lagi.
“Bukan, bercocok tanam”
“Tapi,mengapa kau bawakan cambuk ?”
“Oh. Itu” sahut mutiah dengan tersenyum.
“Cambuk itu disediakan untuk keperluan lain, maksudnya begini, kalau suami saya sedang makan, lalu kutanyakan apakah masakan saya cocok atau tidak? Kalau dia mengatakan cocok maka tak akan terjadi apa-apa.”
“Kalau dia bilang tidak cocok, cambuk itu akan saya berikan kepadanya agar punggung saya dicambuk, sebab berarti saya tidak bisa melayani suami dan menyenangkan hatinya.”
“Apakah itu kehendak suamimu?” tanya Fatimah keheranan.
“Oh, bukan! Suami saya adalah seorang penuh kasih sayang, ini semua adalah kehendakku sendiri, agar aku jangan sampai menjadi istri yang durhaka kepada suami.”
Mendengar penjelasan itu, Fatimah menggeleng-gelengkan kepala. Kemudian ia meminta dri pamit pulang.
“Pantas kalau mutiah kelak menjadi seorang perempuan pertama kali masuk surga.” Kata Fatimah dalam hati. Dia Sangat berbakti kepada suami dengan tulus.
Perilaku semacam itu bukan lah lambang perbudakan wanita oleh kaum lelaki, tetapi merupakan cermin bagi citra ketulusan diri pengorbanan kaum wanita yang harus dihargai dengan perilaku yang sama.
Tak hanya itu saat Fatimah di rumah Muti’ah beliau melihat kipas dan kain kecil
“Buat apa benda ini mutiah?” Muti’ah tersenyum malu, setelah didesak ia pun bercerita. “Engkau tahu wahai Fatimah, suamiku seorang pekerja keras memeras keringat hari ke hari. Aku sangat sayang dan hormat kepadanya.”
“Begitu kulihat ia pulang kerja, cepat-cepat ku sambut kedatanya, kubuka bajunya kulap tubuhnya dengan kein kecil ini hingga kering keringatnya, ia pun berbaring di tempat tidur melepas lelah, lalu aku kipasin beliau hingga lelahnya hilang atau tertidur pulas.” Kata Muti’ah
Sungguh mulia Siti Mutiah, wanita yang taat kepada suaminya maka tidaklah salah jika wanita pertama yang masuk surga.***
0 Komentar